Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui proses perundingan atau mufakat para pihak dengan dibantu oleh mediator yang tidak memiliki kewenangan memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. Ciri utama proses mediasi adalah perundingan yang esensinya sama dengan proses musyawarah atau konsensus. Sesuai dengan hakikat perundingan atau musyawarah atau konsensus, maka tidak boleh ada paksaan untuk menerima atau menolak sesuatu gagasan atau penyelesaian selama proses mediasi berlangsung. Segala sesuatunya harus memperoleh persetujuan dari para pihak.
Untuk menghindarkan penanganan dysfunctional conflict berkepanjangan dan biaya tinggi (misalnya melalui pengadilan) dapat dimanfaatkan model Alternative Dispute Resolution (ADR) dengan melibatkan pihak ketiga sebagai mediator untuk menyelesaikan perselisihan yang terjadi melalui cara-cara informal.
Peranan Mediator dapat berbentuk :
1. Facilitation, di mana pihak ketiga mendesak dan membujuk pihak-pihak yang bersengketa untuk berunding secara langsung dalam suasana yang positif dan konstruktif.
2. Conciliation, di mana pihak ketiga yang netral bertindak sebagai komunikator di antara pihak-pihak yang berselisih. Ini dilakukan bila pihak yang berselisih menolak untuk bertemu muka dalam perundingan langsung.
3. Peer –review, yaitu sekelompok wakil-wakil karyawan (panel) yang bisa dipercaya karena kemampuannya untuk tidak berpihak, mendengarkan pandangan, pendapat dan kepentingan pihak-pihak yang berselisih di dalam pertemuan informal dan konfidensial. Keputusan-keputusan dari panel dapat menjadi acuan untuk penyelesaian konflik.
4. Ombudsman : seseorang karyawan sebuah organisasi/perusahaan yang secara luas dihormati dan dipercaya oleh rekan-rekan sekerjanya, mendengarkan keluhan mereka secara konfidensial, dan berusaha mencari jalan keluar dengan pihak manajemen.
5. Mediation : pihak ketiga yang netral dan terlatih secara aktif menuntun pihak-pihak yang berselisih untuk menggali solusi-solusi inovatif untuk menyelesaikan konflik.
6. Arbitration : pihak-pihak yang berselisih bersepakat menerima keputusan dari arbitrator yang netral melalui proses seperti di pengadilan, seringkali lengkap dengan bukti-bukti dan saksi-saksi.
Contoh kasus, jika kita melanjutkan kasus perebutan pulau yang sebelumnya dilakukan dengan penyelesaian negoisasi namun gagal, kali ini penyelesaian dilakukan dengan adanya pihak ketiga, yaitu mediator. Mediator disini dipegang oleh pengadilan internasional. Dimana kedua negera yang bersengketa dinilai oleh para mediator. Manakah yang masuk studi kelayakan terhadap sengketa yang diperebutkan.
Contoh lain peran mediasi. Perbankan merupakan salah satu objek yang rentang dengan sengketa, banyak alasan mengapa dunia perbankan rentang dengan sengketa. Undang-undang dan hukum yang telah melindungi perbankan terkadang kurang membantu dalam berjalanannya perbankan dinegeri ini. Bahkan banyak terjadi sengketa-sengketa antar bank dan nasabah. Tidak jarang terjadi. Sebut saja kasus bank century yang dinyatakan failed oleh BI. Manakala bank tersebut tidak mampu membayar kewajibannya pada para nasabah. Para nasabah resah dan cemas dengan nasib investasinya. Disisi lain keadaan bank century yang tidak mampu mengembalikan dana-dana nasabah. Untuk penyelesaian kasus ini, bank Indonesia sebagai pusat dari segala perbankan di negeri ini turut andil dalam penyelesaian. Posisi BI bisa dikatakan sebagai fasilitator antara bank century dan nasabah. Disisi lain BI juga menjalankan kewajibannya dengan mengeluarkan kebijakan suntikan dana atau BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia), namun dalam kenyataanya suntikan BLBI belum mampu mnutupi semua hutang-hutang bank century alhasil bank century dinyatakan failed.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar