Senin, 29 Oktober 2012

Ethical Governance

1. Governance System
Governance System merupakan suatu tata kekuasaan yang terdapat di dalam perusahaan yang terdiri dari 4 (empat) unsur yang tidak dapat terpisahkan, yaitu :
a. Commitment on Governance
Commitment on Governance adalah komitmen untuk menjalankan perusahaan yang dalam hal ini adalah dalam bidang perbankan berdasarkan prinsip kehati-hatian berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku.
Dasar peraturan yang berkaitan dengan hal ini adalah :
  • Undang Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.
  • Undang Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan jo Undang Undang No. 10 Tahun 1998.
b. Governance Structure
Governance Structure adalah struktur kekuasaan berikut persyaratan pejabat yang ada di bank sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh peraturan perundangan yang berlaku.
Dasar peraturan yang berkaitan dengan hal ini adalah :
Peraturan Bank Indonesia No. 1/6/PBI/1999 tanggal 20-09-1999 tentang Penugasan Direktur Kepatuhan dan Penerapan Standar Pelaksanaan Fungsi Audit Intern Bank.
  • Peraturan Bank Indonesia No. 2/27/PBI/2000 tanggal 15-12-2000 tentang Bank Umum.
  • Peraturan Bank Indonesia No. 5/25/PBI/2003 tanggal 10-11-2003 tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test).
c.Governance Mechanism
Governance Mechanism adalah pengaturan mengenai tugas, wewenang dan tanggung jawab unit dan pejabat bank dalam menjalankan bisnis dan operasional perbankan.
Dasar peraturan yang berkaitan dengan hal ini (antara lain) adalah :
  • Peraturan Bank Indonesia No. 5/8/PBI/2003 tanggal 19-05-2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum.
  • Peraturan Bank Indonesia No. 5/12/PBI/2003 tentang Kewajiban Pemenuhan Modal Minimum bagi Bank.
  • Peraturan Bank Indonesia No. 6/10/PBI/2004 tanggal 12-04-2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum.
  • Peraturan Bank Indonesia No. 6/25/PBI/2004 tanggal 22-10-2004 tentang Rencana Bisnis Bank Umum.
  • Peraturan Bank Indonesia No. 7/2/PBI/2005 tanggal 20-01-2005 jo PBI No. 8/2/PBI/2006 tanggal 30-01-2006 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum.
  • Peraturan Bank Indonesia No. 7/3/PBI/2005 tanggal 20-01-2005 jo PBI No. 8/13/PBI/2006 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum.
  • Peraturan Bank Indonesia No. 7/37/PBI/2004 tanggal 17-07-2003 tentang Posisi Devisa Netto Bank Umum.
d. Governance Outcomes
Governance Outcomes adalah hasil dari pelaksanaan GCG baik dari aspek hasil kinerja maupun cara-cara/praktek-praktek yang digunakan untuk mencapai hasil kinerja tersebut.
Dasar peraturan yang berkaitan dengan hal ini adalah :
  • Peraturan Bank Indonesia No. 3/22/PBI/2001 tanggal 13-12-2001 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank.

2. Budaya Etika
Budaya Perusahaan adalah suatu sistem  dari nilai-nilai yang dipegang bersama tentang apa yang penting serta keyakinan tentang bagaimana dunia itu berjalan. Terdapat tiga faktor yang menjelaskan perbedaan pengaruh budaya yang dominan terhadap perilaku, yaitu:
  • Keyakinan dan nilai-nilai bersama
  • Dimiliki bersama secara luas
  • Dapat diketahui dengan jelas, mempunyai pengaruh yang lebih kuat terhadap perilaku
Konsep etika bisnis tercermin pada corporate culture (budaya perusahaan). Menurut Kotler (1997) budaya perusahaan merupakan karakter suatu perusahaan yang mencakup pengalaman, cerita, kepercayaan dan norma bersama yang dianut oleh jajaran perusahaan. Hal ini dapat dilihat dari cara karyawannya berpakaian, berbicara, melayani tamu dan pengaturan kantor.

3. Mengembangkan struktur Etika Korporasi
Membangun entitas korporasi dan menetapkan sasarannya. Pada saat itulah perlu prinsip-prinsip moral etika ke dalam kegiatan bisnis secara keseluruhan diterapkan, baik dalam entitas korporasi, menetapkan sasaran bisnis, membangun jaringan dengan para pihak yang berkepentingan (stakeholders) maupun dalam proses pengembangan diri para pelaku bisnis sendiri. Penerapan ini diharapkan etika dapat menjadi “hati nurani” dalam proses bisnis sehingga diperoleh suatu kegiatan bisnis yang beretika dan mempunyai hati, tidak hanya sekadar mencari untung belaka, tetapi juga peduli terhadap lingkungan hidup, masyarakat, dan para pihak yang berkepentingan (stakeholders).

4. Kode Perilaku Korporasi (Corporate Code of Conduct)
Pengelolaan perusahaan tidak dapat dilepaskan dari aturan-aturan main yang selalu harus diterima dalam pergaulan sosial, baik aturan hukum maupun aturan moral atau etika. Code of Conduct merupakan pedoman bagi seluruh pelaku bisnis PT. Perkebunan dalam bersikap dan berperilaku untuk melaksanakan tugas sehari-hari dalam berinteraksi dengan rekan sekerja, mitra usaha dan pihak-pihak lainnya yang berkepentingan. Pembentukan citra yang baik terkait erat dengan perilaku perusahaan dalam berinteraksi atau berhubungan dengan para stakeholder. Perilaku perusahaan secara nyata tercermin pada perilaku pelaku bisnisnya. Dalam mengatur perilaku inilah, perusahaan perlu menyatakan secara tertulis nilai-nilai etika yang menjadi kebijakan dan standar perilaku yang diharapkan atau bahkan diwajibkan bagi setiap pelaku bisnisnya. Pernyataan dan pengkomunukasian nilai-nilai tersebut dituangkan dalam code of conduct.

5. Evaluasi terhadap Kode Perilaku Korporasi
Melakukan evaluasi tahap awal (Diagnostic Assessment) dan penyusunan pedoman-pedoman. Pedoman Good Corporate Governance disusun dengan bimbingan dari Tim BPKP dan telah diresmikan pada tanggal 30 Mei 2005.
Pengaruh etika terhadap budaya
1.Etika Personal dan etika bisnis merupakan kesatuan yang tidak dapat terpisahkan dan keberadaannya saling melengkapi dalam mempengaruhi perilaku manajer yang terinternalisasi menjadi perilaku organisasi yang selanjutnya mempengaruhi budaya perusahaan.
2.Jika etika menjadi nilai dan keyakinan yang terinternalisasi dalam budaya perusahaan maka hal tersebut berpotensi menjadi dasar kekuatan persusahaan yang pada gilirannya berpotensi menjadi sarana peningkatan kerja

  • PENGERTIAN GCG (Good Corporate Governance)
Menurut Bank Dunia (World Bank) adalah kumpulan hukum, peraturan, dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan bekerja secara efisien, menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan. Lembaga Corporate Governance di Malaysia yaitu Finance Committee on Corporate Governance (FCCG) mendifinisikan corporate governance sebagai proses dan struktur yang digunakan untuk mengarahkan dan mengelola bisnis dan aktivitas perusahaan ke arah peningkatan pertumbuhan bisnis dan akuntabilitas perusahaan.
  • PRINSIP-PRINSIP GCG
Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) yang beranggotakan beberapa negara antara lain, Amerika Serikat, Negara-negara Eropa (Austria, Belgia, Denmark, Irlandia, Prancis, Jerman, Yunani, Italia, Luxemburg, Belanda, Norwegia, Polandia, Portugal, Swedia, Swis, Turki, Inggris) serta Negara-negara Asia Pasific (Australia, Jepang, Korea, Selandia Baru) pada April 1998 telah mengembangkan The OECD Principles of Corporate Governance. Prinsip-prinsip corporate governance yang dikembangkan oleh OECD meliputi 5 (lima) hal yaitu :
  1. Perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham (The Rights of shareholders)
  2. Perlakuan yang sama terhadap seluruh pemegang saham (The Equitable Treatment of Shareholders)
  3. Peranan Stakeholders yang terkait dengan perusahaan (The Role of Stakeholders).
  4. Keterbukaan dan Transparansi (Disclosure and Transparency).
  5. Akuntabilitas Dewan Komisaris
PERANAN ETIKA BISNIS DALAM PENERAPAN GCG
1. Code of Corporate and Business Conduct
Kode Etik dalam tingkah laku berbisnis di perusahaan (Code of Corporate and Business Conduct)” merupakan implementasi salah satu prinsip Good Corporate Governance (GCG). Kode etik tersebut menuntut karyawan & pimpinan perusahaan untuk melakukan praktek-praktek etik bisnis yang terbaik di dalam semua hal yang dilaksanakan atas nama perusahaan. Apabila prinsip tersebut telah mengakar di dalam budaya perusahaan (corporate culture), maka seluruh karyawan & pimpinan perusahaan akan berusaha memahami dan berusaha mematuhi “mana yang boleh” dan “mana yang tidak boleh” dilakukan dalam aktivitas bisnis perusahaan. Pelanggaran atas Kode Etik merupakan hal yang serius, bahkan dapat termasuk kategori pelanggaran hukum.
2. Nilai Etika Perusahaan
Kepatuhan pada Kode Etik ini merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan dan memajukan reputasi perusahaan sebagai karyawan & pimpinan perusahaan yang bertanggung jawab, dimana pada akhirnya akan memaksimalkan nilai pemegang saham (shareholder value). Beberapa nilai-nilai etika perusahaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip GCG, yaitu kejujuran, tanggung jawab, saling percaya, keterbukaan dan kerjasama. Kode Etik yang efektif seharusnya bukan sekedar buku atau dokumen yang tersimpan saja. Namun Kode Etik tersebut hendaknya dapat dimengerti oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan dan akhirnya dapat dilaksanakan dalam bentuk tindakan (action). Beberapa contoh pelaksanaan kode etik yang harus dipatuhi oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan, antara lain masalah informasi rahasia dan benturan kepentingan (conflict of interest). Terdapat 8 (delapan) hal yang termasuk kategori situasi benturan kepentingan (conflict of interest) tertentu, sebagai berikut :
1. Segala konsultasi atau hubungan lain yang signifikan dengan, atau berkeinginan mengambil andil di dalam aktivitas pemasok, pelanggan atau pesaing (competitor).
2. Segala kepentingan pribadi yang berhubungan dengan kepentingan perusahaan.
3. Segala hubungan bisnis atas nama perusahaan dengan personal yang masih ada hubungan keluarga (family), atau dengan perusahaan yang dikontrol oleh personal tersebut.
4. Segala posisi dimana karyawan & pimpinan perusahaan mempunyai pengaruh atau kontrol terhadap evaluasi hasil pekerjaan atau kompensasi dari personal yang masih ada hubungan keluarga .
5. Segala penggunaan pribadi maupun berbagi atas informasi rahasia perusahaan demi suatu keuntungan pribadi, seperti anjuran untuk membeli atau menjual barang milik perusahaan atau produk, yang didasarkan atas informasi rahasia tersebut.
6. Segala penjualan pada atau pembelian dari perusahaan yang menguntungkan pribadi.
7. Segala penerimaan dari keuntungan, dari seseorang / organisasi / pihak ketiga yang berhubungan dengan perusahaan.
8. Segala aktivitas yang terkait dengan insider trading atas perusahaan yang telah go public, yang merugikan pihak lain.

Sumber:
http://bankirnews.com/index.php?option=com_content&view=article&id=106:tujuan-system-a-prinsip-gcg&catid=68:good-corporate-governance&Itemid=101


Perilaku Etika dalam Profesi Akuntansi

1. Akuntansi sebagai Profesi dan Peran Akuntan
Profesi akuntansi merupakan sebuah profesi yang menyediakan jasa atestasi maupun non-
Atestasi kepada masyarakat dengan dibatasi kode etik yang ada. Akuntansi sebagai profesi memiliki kewajiban untuk mengabaikan kepentingan pribadi dan mengikuti etika profesi yang telah ditetapkan. Kewajiban akuntan sebagai profesional mempunyai tiga kewajiban yaitu; kompetensi, objektif dan mengutamakan integritas. Yang dimaksud dengan profesi akuntan adalah semua bidang pekerjaan yang mempergunakan keahlian di bidang akuntansi, termasuk bidang pekerjaan akuntan publik, akuntan intern yang bekerja pada perusahaan industri, keuangan atau dagang, akuntan yang bekerja di pemerintah, dan akuntan sebagai pendidik.
Dalam arti sempit, profesi akuntan adalah lingkup pekerjaan yang dilakukan oleh akuntan sebagai akuntan publik yang lazimnya terdiri dari pekerjaan audit, akuntansi, pajak dan konsultan manajemen.
Peran akuntan antara lain :
1. Akuntan Publik (Public Accountants)
Akuntan publik atau juga dikenal dengan akuntan eksternal adalah akuntan independen yang memberikan jasa-jasanya atas dasar pembayaran tertentu. Mereka bekerja bebas dan umumnya mendirikan suatu kantor akuntan. Yang termasuk dalam kategori akuntan publik adalah akuntan yang bekerja pada kantor akuntan publik (KAP) dan dalam prakteknya sebagai seorang akuntan publik dan mendirikan kantor akuntan, seseorang harus memperoleh izin dari Departemen Keuangan. Seorang akuntan publik dapat melakukan pemeriksaan (audit), misalnya terhadap jasa perpajakan, jasa konsultasi manajemen, dan jasa penyusunan system manajemen.
2. Akuntan Intern (Internal Accountant)
Akuntan intern adalah akuntan yang bekerja dalam suatu perusahaan atau organisasi. Akuntan intern ini disebut juga akuntan perusahaan atau akuntan manajemen. Jabatan tersebut yang dapat diduduki mulai dari Staf biasa sampai dengan Kepala Bagian Akuntansi atau Direktur Keuangan. tugas mereka adalah menyusun sistem akuntansi, menyusun laporan keuangan kepada pihak-pihak eksternal, menyusun laporan keuangan kepada pemimpin perusahaan, menyusun anggaran, penanganan masalah perpajakan dan pemeriksaan intern.
3. Akuntan Pemerintah (Government Accountants)
Akuntan pemerintah adalah akuntan yang bekerja pada lembaga-lembaga pemerintah, misalnya di kantor Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Badan Pengawas Keuangan (BPK).
4. Akuntan Pendidik
Akuntan pendidik adalah akuntan yang bertugas dalam pendidikan akuntansi, melakukan penelitian dan pengembangan akuntansi, mengajar, dan menyusun kurikulum pendidikan akuntansi di perguruan tinggi.

2. Ekspektasi Publik
Masyarakat pada umumnya mengatakan akuntan sebagai orang yang profesional khususnya di dalam bidang akuntansi. Karena mereka mempunyai suatu kepandaian yang lebih di dalam bidang tersebut dibandingkan dengan orang awam sehingga masyarakat berharap bahwa para akuntan dapat mematuhi standar dan sekaligus tata nilai yang berlaku dilingkungan profesi akuntan, sehingga masyarakat dapat mengandalkan kepercayaannya terhadap pekerjaan yang diberikan. Dalam hal ini, seorang akuntan dipekerjakan oleh sebuah organisasi atau KAP, tidak akan ada undang-undang atau kontrak tanggung jawab terhadap pemilik perusahaan atau publik.Walaupun demikian, sebagaimana tanggung jawabnya pada atasan, akuntan professional publik mengekspektasikannya untuk mempertahankan nilai-nilai kejujuran, integritas, objektivitas, serta pentingannya akan hak dan kewajiban dalam perusahaan

3. Nilai-nilai Etika vs Teknik Akuntansi/Auditing
-  Integritas: setiap tindakan dan kata-kata pelaku profesi menunjukan sikap transparansi, kejujuran dan konsisten.
-  Kerjasama: mempunyai kemampuan untuk bekerja sendiri maupun dalam tim
-  Inovasi: pelaku profesi mampu memberi nilai tambah pada pelanggan dan proses kerja dengan metode baru.
-  Simplisitas: pelaku profesi mampu memberikan solusi pada setiap masalah yang timbul, dan masalah yang kompleks menjadi lebih sederhana.
Teknik akuntansi adalah aturan-aturan khusus yang diturunkan dari prinsip-prinsip akuntan yang menerangkan transaksi-transaksi dan kejadian-kejadian tertentu yang dihadapi oleh entitas akuntansi tersebut.

4. Perilaku Etika dalam Pemberian Jasa Akuntan publik
Dari profesi akuntan publik inilah Masyarakat kreditur dan investor mengharapkan penilaian yang bebas Tidak memihak terhadap informasi yang disajikan dalam laporan Keuangan oleh manajemen perusahaan. Profesi akuntan publik menghasilkan berbagai jasa bagi Masyarakat, yaitu:
-  Jasa assurance adalah jasa profesional independen Yang meningkatkan mutu informasi bagi pengambil keputusan.
-  Jasa Atestasi terdiri dari audit, pemeriksaan (examination), review, dan Prosedur yang disepakati (agreed upon procedure).
-  Jasa atestasi Adalah suatu pernyataan pendapat, pertimbangan orang yang Independen dan kompeten tentang apakah asersi suatu entitas sesuai Dalam semua hal yang material, dengan kriteria yang telah ditetapkan.
-  Jasa nonassurance adalah jasa yang dihasilkan oleh akuntan public Yang di dalamnya ia tidak memberikan suatu pendapat, keyakinan Negatif, ringkasan temuan, atau bentuk lain keyakinan.
Setiap profesi yang menyediakan jasanya kepada masyarakat memerlukan kepercayaan dari masyarakat yang dilayaninya. Kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa akuntan publik akan menjadi lebih tinggi, jika profesi tersebut menerapkan standar mutu tinggi terhadap pelaksanaan pekerjaan profesional yang dilakukan oleh anggota profesinya. Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik merupakan etika profesional bagi akuntan yang berpraktik sebagai akuntan publik Indonesia. Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik bersumber dari Prinsip Etika yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia.

Sumber:

http://inigalih.blogspot.com/2012/01/perilaku-etika-dalam-profesi-akuntansi.html

Perilaku Etika Dalam Bisnis

1.      Lingkungan Bisnis yang Mempengaruhi Perilaku Etika
Bisnis melibatkan hubungan ekonomi dengan banyak kelompok orang yang dikenal sebagai stakeholders, yaitu: pelanggan, tenaga kerja, stockholders, suppliers, pesaing, pemerintah dan komunitas. Oleh karena itu para pebisnis harus mempertimbangkan semua bagian dari stakeholders dan bukan hanya stockholdernya saja. Pelanggan, penyalur, pesaing, tenaga kerja dan bahkan pemegang saham adalah pihak yang sering berperan untuk keberhasilan dalam berbisnis. Lingkungan bisnis yang mempengaruhi etika adalah lingkungan makro dan lingkungan mikro. Lingkungan makro yang dapat mempengaruhi kebiasaan yang tidak etis yaitu bribery, coercion, deception, theft, unfair dan discrimination. Maka dari itu dalam perspektif mikro, bisnis harus percaya bahwa dalam berhubungan dengan supplier atau vendor, pelanggan dan tenaga kerja atau karyawan.

2.      Kesaling – tergantungan Antara Bisnis dan Masyarakat
Sebagai bagian dari masyarakat, tentu bisnis tunduk pada norma-norma yang ada pada masyarakat. Tata hubungan bisnis dan masyarakat yang tidak bisa dipisahkan itu membawa serta etika-etika tertentu dalam kegiatan bisnisnya, baik etika itu antara sesama pelaku bisnis maupun etika bisnis terhadap masyarakat dalam hubungan langsung maupun tidak langsung. Dengan memetakan pola hubungan dalam bisnis seperti itu dapat dilihat bahwa prinsip-prinsip etika bisnis terwujud dalam satu pola hubungan yang bersifat interaktif. Hubungan ini tidak hanya dalam satu negara, tetapi meliputi berbagai negara yang terintegrasi dalam hubungan perdagangan dunia yang nuansanya kini telah berubah. Perubahan nuansa perkembangan dunia itu menuntut segera dibenahinya etika bisnis. Pasalnya, kondisi hukum yang melingkupi dunia usaha terlalu jauh tertinggal dari pertumbuhan serta perkembangan dibidang ekonomi. Jalinan hubungan usaha dengan pihak-pihak lain yang terkait begitu kompleks. Akibatnya, ketika dunia usaha melaju pesat, ada pihak-pihak yang tertinggal dan dirugikan, karena peranti hukum dan aturan main dunia usaha belum mendapatkan perhatian yang seimbang.

3.      Kepedulian Pelaku Bisnis Terhadap Etika
Pelaku bisnis dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk “uang” dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi. Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku bisnis harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya. Tanggung jawab sosial bisa dalam bentuk kepedulian terhadap masyarakat di sekitarnya, terutama dalam hal pendidikan, kesehatan, pemberian latihan keterampilan, dll.

4.      Perkembangan Dalam Etika Bisnis
Perkembangan dalam etika bisnis dibagi menjadi 5 periode yaitu sebagai berikut :
  1. Situasi Dahulu : Pada awal sejarah filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain menyelidiki bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara dan membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur.
  2. Masa Peralihan tahun 1960-an : ditandai pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas di Amerika Serikat (AS), revolusi mahasiswa (di ibukota Perancis), penolakan terhadap establishment (kemapanan). Hal ini memberi perhatian pada dunia pendidikan khususnya manajemen, yaitu dengan menambahkan mata kuliah baru dalam kurikulum dengan nama Business and Society. Topik yang paling sering dibahas adalah corporate social responsibility.
  3. Etika Bisnis Lahir di AS tahun 1970-an : sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang meliputi dunia bisnis di AS.
  4. Etika Bisnis Meluas ke Eropa tahun 1980-an : di Eropa Barat, etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira-kira 10 tahun kemudian. Terdapat forum pertemuan antara akademisi dari universitas serta sekolah bisnis yang disebut European Business Ethics Network (EBEN),
  5. Etika Bisnis menjadi Fenomena Global tahun 1990-an : tidak terbatas lagi pada dunia Barat. Etika bisnis sudah dikembangkan di seluruh dunia. Telah didirikan International Society for Business, Economics, and Ethics (ISBEE) pada 25-28 Juli 1996 di Tokyo.

5.      Etika Bisnis dan Akuntan
Dalam menjalankan profesinya seorang akuntan di Indonesia diatur oleh suatu kode etik profesi dengan nama kode etik Ikatan Akuntan Indonesia. Kode etik Ikatan Akuntan Indonesia merupakan tatanan etika dan prinsip moral yang memberikan pedoman kepada akuntan untuk berhubungan dengan klien, sesama anggota profesi dan juga dengan masyarakat. Selain dengan kode etik akuntan juga merupakan alat atau sarana untuk klien, pemakai laporan keuangan atau masyarakat pada umumnya, tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikannya karena melalui serangkaian pertimbangan etika sebagaimana yang diatur dalam kode etik profesi. Akuntansi sebagai profesi memiliki kewajiban untuk mengabaikan kepentingan pribadi dan mengikuti etika profesi yang telah ditetapkan. Kewajiban akuntan sebagai profesional mempunyai tiga kewajiban yaitu; kompetensi,  objektif dan mengutamakan integritas.  Kasus enron, xerok, merck, vivendi universal dan bebarapa kasus serupa lainnya  telah membuktikan  bahwa etika sangat diperlukan dalam bisnis. Tanpa etika di dalam bisnis, maka perdaganan tidak akan berfungsi dengan baik. Kita harus mengakui bahwa akuntansi adalah bisnis, dan tanggung jawab utama dari bisnis adalah memaksimalkan keuntungan atau nilai shareholder. Tetapi kalau hal ini dilakukan tanpa memperhatikan etika, maka hasilnya sangat merugikan. Banyak orang yang menjalankan bisnis tetapi tetap berpandangan bahwa, bisnis tidak memerlukan etika.

 

Perilaku Dalam Etika Bisnis:

1. Pengendalian diri
Artinya, pelaku-pelaku bisnis dan pihak yang terkait mampu mengendalikan diri mereka masing-masing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun. Disamping itu, pelaku bisnis sendiri tidak mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang dan menekan pihak lain dan menggunakan keuntungan dengan jalan main curang dan menakan pihak lain dan menggunakan keuntungan tersebut walaupun keuntungan itu merupakan hak bagi pelaku bisnis, tetapi penggunaannya juga harus memperhatikan kondisi masyarakat sekitarnya. Inilah etika bisnis yang “etis”.

2. Pengembangan tanggung jawab sosial (social responsibility)
Pelaku bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk “uang” dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi. Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku bisnis harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya.

3. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi
Bukan berarti etika bisnis anti perkembangan informasi dan teknologi, tetapi informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kepedulian bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya yang dimiliki akibat adanya tranformasi informasi dan teknologi.

4. Menciptakan persaingan yang sehat
Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya, harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah kebawah, sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.
5. Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan”
Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa mendatang. Berdasarkan ini jelas pelaku bisnis dituntut tidak meng-”ekspoitasi” lingkungan dan keadaan saat sekarang semaksimal mungkin tanpa mempertimbangkan lingkungan dan keadaan dimasa datang walaupun saat sekarang merupakan kesempatan untuk memperoleh keuntungan besar.

6. Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)
Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yangmencemarkan nama bangsa dan negara.

7. Mampu menyatakan yang benar itu benar
Artinya, kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit (sebagai contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan “katabelece” dari “koneksi” serta melakukan “kongkalikong” dengan data yang salah. Juga jangan memaksa diri untuk mengadakan “kolusi” serta memberikan “komisi” kepada pihak yang terkait.

Tinjauan Etika

1.      Pengertian Etika
Menurut bahasa Yunani Kuno, etika berasal dari kata ethikos yang berarti “timbul dari kebiasaan”. Etika adalah cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab. Etika terbagi menjadi tiga bagian utama: meta-etika (studi konsep etika), etika normatif (studi penentuan nilai etika), dan etika terapan (studi penggunaan nilai-nilai etika) (id.wikipedia.org).
Kata etika, seringkali disebut pula dengan kata etik, atau ethics (bahasa Inggris), mengandung banyak pengertian.
Dari segi etimologi (asal kata), istilah etika berasal dari kata Latin “Ethicos” yang berarti kebiasaan. Dengan demikian menurut pengertian yang asli, yang dikatakan baik itu apabila sesuai dengan kebiasaan masyarakat. Kemudian lambat laun pengertian ini berubah, bahwa etika adalah suatu ilmu yang mebicarakan masalah perbuatan atau tingkah laku manusia, mana yang dapat dinilai baik dan mana yang dapat dinilai tidak baik.
Etika juga disebut ilmu normative, maka dengan sendirinya berisi ketentuan-ketentuan (norma-norma) dan nilai-nilai yang dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam kamusbesar bahasa Indonesia terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1988), etika dirumuskan dalam tiga arti, yaitu;
  1. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak).
  2. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak.
  3. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.

2.     Prinsip – Prinsip Etika
Dalam peradaban sejarah manusia sejak abad keempat sebelum Masehi, para pemikir telah mencoba menjabarkan berbagai corak landasan etika sebagai pedoman hidup bermasyarakat. Para pemikir itu telah mengindentifikasi sedikitnya terdapat ratusan macam ide agung (great ideas). Seluruh gagasan atau ide agung tersebut dapat diringkas menjadi enam prinsip yang merupakan landasan penting etika, yaitu keindahan, persamaan, kebaikan, keadilan, kebebasan dan kebenaran.
1. Prinsip Keindahan
Prinsip ini mendasari segala seuatu yang mencakup penikmatan rasa senang terhadap keindahan. Berdasarkan prinsip ini, manusia memperhatikan nilai-nilai keindahan dan ingin menampakkan sesuatu yang indah dalam perilakunya. Misalnya dalam berpakaian, penataan ruang dan sebagainya, sehingga membuatnya lebih bersemangan untuk bekerja.
2. Prinsip Persamaan
Setiap manusia pada hakikatnya memiliki hak dan tanggung jawab yang sama, sehingga muncul tuntutan terhadap persamaan hak antara laki-laki dan perempuan, persamaan ras, serta persamaan dalam berbagai bidang lainnya. Prinsip ini melandasi perilaku yang tidak diskriminatif atas dasar apapun.
3. Prinsip Kebaikan
Prinsip ini mendasari perilaku individu untuk selalu berupaya berbuat kebaikan dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Prinsip ini biasanya berkenaan dengan nilai-nilai kemanusiaan seperti hormat-menghormati, kasih sayang, membantu orang lain dan sebagainya. manusia pada hakikatnya selalu ingin berbuat baik, karena dengan berbuat baik akan dapat diterima oleh lingkungannya. Penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat sesungguhnya bertujuan untuk menciptakan kebaikan bagi masyarakat.

3.  Basis Teori Etika
a. Etika Teleologi
Berasal dari kata Yunani, “telos” yang berarti tujuan. Mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang mau dicapai dengan tindakan itu, atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh tindakan itu. Terdapat dua aliran etika teleologi yaitu Egoisme Etis dan Utilitarianisme.
Egoisme Etis adalah tindakan dari setiap orang pada dasarnya bertujuan untuk mengejar pribadi dan memajukan dirinya sendiri. Satu-satunya tujuan tindakan moral setiap orang adalah mengejar kepentingan pribadi dan memajukan dirinya. Egoisme ini baru menjadi persoalan serius ketika ia cenderung menjadi hedonistis, yaitu ketika kebahagiaan dan kepentingan pribadi diterjemahkan semata-mata sebagai kenikmatan fisik yg bersifat vulgar.
Utilitarianisme berasal dari bahasa latin “utilis” yang berarti bermanfaat. Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja  satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan.
b. Deontologi
Istilah deontologi berasal dari kata  Yunani “deon” yang berarti kewajiban. Pendekatan deontologi sudah diterima dalam konteks agama, sekarang merupakan juga salah satu teori etika yang terpenting.
c. Teori Hak
Dalam pemikiran moral dewasa ini barangkali teori hak ini adalah pendekatan yang paling banyak dipakai untuk mengevaluasi  baik buruknya  suatu perbuatan atau perilaku. Teori Hak merupakan suatu aspek  dari teori deontologi, karena berkaitan dengan kewajiban. Hak dan kewajiban bagaikan dua sisi uang logam yang sama. Hak didasarkan atas martabat manusia dan martabat semua manusia itu sama. Karena itu hak sangat cocok dengan suasana pemikiran demokratis.
d. Teori Keutamaan (Virtue)
Keutamaan bisa didefinisikan  sebagai berikut : disposisi watak  yang telah diperoleh  seseorang dan memungkinkan  dia untuk bertingkah laku baik secara moral. Contoh keutamaan : kebijaksanaan, keadilan, suka bekerja keras dan hidup yang baik.

4.      Egoisme
Egoisme merupakan motivasi untuk mempertahankan dan meningkatkan pandangan yang hanya menguntungkan diri sendiri. Egoisme berarti menempatkan diri di tengah satu tujuan serta tidak peduli dengan penderitaan orang lain, termasuk yang dicintainya atau yang dianggap sebagai teman dekat. Istilah lainnya adalah “egois”. Lawan dari egoisme adalah altruisme.
Hal ini berkaitan erat dengan narsisme, atau “mencintai diri sendiri,” dan kecenderungan mungkin untuk berbicara atau menulis tentang diri sendiri dengan rasa sombong dan panjang lebar. Egoisme dapat hidup berdampingan dengan kepentingannya sendiri, bahkan pada saat penolakan orang lain. Sombong adalah sifat yang menggambarkan karakter seseorang yang bertindak untuk memperoleh nilai dalam jumlah yang lebih banyak daripada yang ia memberikan kepada orang lain. Egoisme sering dilakukan dengan memanfaatkan altruisme, irasionalitas dan kebodohan orang lain, serta memanfaatkan kekuatan diri sendiri dan / atau kecerdikan untuk menipu.
Egoisme berbeda dari altruisme, atau bertindak untuk mendapatkan nilai kurang dari yang diberikan, dan egoisme, keyakinan bahwa nilai-nilai lebih didapatkan dari yang boleh diberikan. Berbagai bentuk “egoisme empiris” bisa sama dengan egoisme, selama nilai manfaat individu diri sendirinya masih dianggap sempurna.

Tinjauan Etika Bisnis
Etika bisnis merupakan cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etika Bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang saham, masyarakat.
Perusahaan meyakini prinsip bisnis yang baik adalah bisnis yang beretika, yakni bisnis dengan kinerja unggul dan berkesinambungan yang dijalankan dengan mentaati kaidah-kaidah etika sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku.
Etika Bisnis dapat menjadi standar dan pedoman bagi seluruh karyawan termasuk manajemen dan menjadikannya sebagai pedoman untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari dengan dilandasi moral yang luhur, jujur, transparan dan sikap yang profesional.
Lima prinsip etika bisnis menurut Keraf (1994:71-75) diantaranya adalah :
   1. Prinsip Otonomi
Otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia untuk bertindak berdasarkan kesadarannya sendiri. Bertindak secara otonom mengandaikan adanya kebebasan mengambil keputusan dan bertindak menurut keputusan itu. Otonomi juga mengandaikan adanya tanggung jawab. Dalam dunia bisnis, tanggung jawab seseorang meliputi tanggung jawab terhadap dirinya sendiri, pemilik perusahaan, konsumen, pemerintah, dan masyarakat.
    2. Prinsip Kejujuran
Prinsip kejujuran meliputi pemenuhan syarat-syarat perjanjian atau kontrak, mutu barang atau jasa yang ditawarkan, dan hubungan kerja dalam perusahaan. Prinsip ini paling problematik karena masih banyak pelaku bisnis melakukan penipuan.
    3. Prinsip Tidak Berbuat Jahat dan Berbuat Baik
Prinsip ini mengarahkan agar kita secara aktif dan maksimal berbuat baik atau menguntungkan orang lain, dan apabila hal itu tidak bisa dilakukan, kita minimal tidak melakukan sesuatu yang merugikan orang lain atau mitra bisnis
    4. Prinsip Keadilan
Prinsip ini menuntut agar kita memberikan apa yang menjadi hak seseorang di mana prestasi dibalas dengan kontra prestasi yang sama nilainya.
    5. Prinsip Hormat Pada Diri Sendiri
Prinsip ini mengarahkan agar kita memperlakukan seseorang sebagaimana kita ingin diperlakukan dan tidak akan memperlakukan orang lain sebagaimana kita tidak ingin diperlakukan.