Minggu, 29 Mei 2011

Hubungan Hukum Dagang dan Hukum Perdata

Prof. Subekti S.H berpendapat bahwa terdapatnya KUHD disamping KUHS sekarang ini dianggap tidak pada tempatnya, oleh karena sebenarnya “Hukum Dagang” tidaklah lain daripada “Hukum Perdata”, dan perkataan d”dagang” bukanlah suatu pengertian hokum, melainkan suatu pengertian ekonomi.
Seperti telah kita ketahui, pembagian Hukum Sipil kedalam KUHS dan KUHD hanyalah berdasarkan sejarah saja, yaitu karena dalam Hukum Romawi belum ada peraturan-peraturan seperti yang sekarang termuat dalam KUHD, sebab perdagangan antar Negara baru mulai berkembang pada abad pertengahan.
Di Nederland sekarang ini sudah ada aliran yang bertujuan menghapuskan pemisahan Hukum Perdata dalam dua Kitab UU itu (bertujuan mempersatukan Hukum Dagang dan Perdata dalam satu Kitab UU saja )
Pada beberapa Negara lainnya, misalnya Amerika Serikat dan Swiss, tidaklah terdapat suatu kitab Undang-Undang Hukum Dagang yang terpisah dari KUHS. Dahulu memang peraturan-peraturan yang termuat dalam KUHD dimaksudkan hanya berlaku bagi orang-orang “pedagang” saja, misalnya:
  1. Hanyalah orang pedagang yang diperbolehkan membuat surat wesel dan sebagainya.
  2. Hanyalah orang pedagang yang dapat dinyatakan pailit, akan tetapi sekarang ini KUHD berlaku bagi setiap orang, juga bagi orang yang bukan pedagang sebagaimana juga KUHS berlaku bagi setiap orang termasuk juga seorang pedagang. Malahan dapat dikatakan, bahwa sumber yang terpenting dari Hukum Dagang ialah KUHS. Hal ini memang dinyatakan dalam Pasal 1 KUHD, yang berbunyi:
“KUHS dapat juga berlaku dalam hal-hal yang diatur dalam KUHD sekedar KUHD itu tidak khusus menyimpang dari KUHS”

Hal ini berarti bahwa untuk hal-hal yang diatur dalam KUHD, sepanjang tidak terdapat peraturan-peraturan khusus yang berlainan, juga berlaku peraturan-peraturan dalam KUHS.

Menurut Prof. Subekti dengan demikian sudah diakui bahwa kedudukan KUHD terhadap KUHS adalah sebagai Hukum khusus terhadap Hukum umum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar