Dengan perkataan lain, subyek hukum timbul jika obyek hukum beraksi, karena obyek hukum yang beraksi itu melakukan dua pekerjaan : pada satu pihak ia memberikan han dan pada lain pihak meletakkan kewajiban. Kedua unsur tersebut yakni pada satu pihak yang diberikan oleh obyek hukum, pada pihak lain kewajiban mengikutinya, kita jumpai pada tiap-tiap hubungan hukum. jika berdasarkan hubungan hukum yang terdapat antara si pembeli dan si penjual, si pembeli wajib membayar harga pembelian pada si penjual, maka termuat di dalamnya, bahwa si penjual berhak menuntut pembayaran dari si pembeli.
Hak dan kewajiban adalah dua sisi dari hal yang sama (dari hubungan hukum yang sama) dan karena itu tak dapat dipisahkan. Hak-hak yang diberikan oleh subyek hukum, dapat berbentuk dua. Pertama ia dapat terdiri atas hak untuk menuntut agar orang lain bertindak, artinya berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu. Kebalikan daripada hak ini, ialah kewajiban dari orang lain untuk bertindak.
Subyek hukum dapat juga terdiri atas hak untuk bertindak sendiri. Sebaliknya terdapat kewajiban, tidak dari seseorang yang tertentu, melainkan kewajiban dari semua orang untuk tidak melakukan pelanggraan terhadap hak tersebut. Misalnya, orang tua tidak hanya berhak untuk melakukan kekuasaan terhadap anak-anaknya, akan tetapi mereka juga wajib melakukannya, dan kekuasaan orang tua untuk mereka antara lain memuat kewajiban untuk memelihara dan mendidik anak-anaknya (pasal 355 B.W.).
Pasal 6: “Tiap-tiap orang dimana juga ia berada, berhak diakui sebagai purusa oleh undang-undang”.
Pasal 2 ayat 1 KUH. Perdata : ”Jabang bayi yang masih ada di dalam rahim ibunya merupakan subyek hukum yang mempunyai hak.
Pasal 2 ayat 2 KUH. Perdata : “Syarat sebagai subyek pembawa hak; sudah dibenihkan, ada keperluan tertentu, dalam keadaan hidup paa saat ia dilahirkan”.
Hak-hak subyektif dibagi dalam :
- Hak-hak Mutlak
Hak-hak mutlak ialah:
- Segala hak publik, jadi segala hak subyektif yang berdasar dalam hukum publik dalam arti obyektif, yakni terutama apa yang disebut hak-hak dasar, hak-hak kemerdekaan atau hak-hak manusia, yang diuraikan dalam Undang-undang Dasar. Misalnya, hak menyatakan pikiran dan perasaan dengan perantaraan pers dengan tiada izin terlebih dahulu (kemerdekaan pers, Undang-undang Dasar pasal 7) : hak-hak untuk mengajukan permohonan-permohonan tertulis pada kekuasaan yang berhak (hak petisi, Undang-undang Dasar pasal 8), hak untuk menanut pandangan-pandangan agama secara bebas (kemerdekaan agama, Undang-undang Dasar pasal 174).
- Sebagian dari hak-hak perdata (yaitu hak-hak yang bersandar pada hukum perdata dalam arti obyektif), yakni:
b) Hak keluarga, adalah hak-hak, yang timbul dari hubungan keluarga, terutama : kekuasaan marital, yakni kekuasaan suami atas istrinya (pasal 160 dan pasal 195 B.W.), kekuasaan orang tua, perwalian dan pengampuan.
c) Hak kebendaan adalah hak-hak harta benda yang memberkan kekuasaan langsung atas sesuatu benda. Kekuasaan langsung berarti bahwa ada terdapat sesuatu hubungan yang langsung antara orang-orang yang berhak dan benda tersebut.
2. Hak Relatif
Hak relatif adalah hak-hak yang memuat kekuasaan untuk menuntut agar orang lain bertindak, artinya berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu. Hak-hak tersebut dinamakan juga hak-hak personal, karena ia memberikan kekuasaan terhadap seseorang yang tertentu.
Hak-hak relatif ialah hak-hak harta, terkecuali hak-hak kebendaan dan hak-hak atas benda tak berwujud. Dipandang dari sudut yang berhak (penagih utang), hak-hak relatif itu dinamai piutang atau hak tagih. Dipandang dari sudut yang lain (orang yang berutang), disebut utang.
Pasal 117 B.W. : ”Segala barang tetap dan barang bergerak orang yang berutang, baik barang-barang pada waktu ini maupun barang-barang pada waktu yang akan datang, menjadi tanggungan orang yang mengadakan ikatan (utang).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar